SURABAYA – Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, polarisasi masyarakat yang terbagi menjadi dua kubu mulai kembali terbentuk. Setelah Cebong vs Kampret pada Pilpres 2019, kali ini polarisasi masyarakat terbentuk akibat rivalitas Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan digadang-gadang akan menjadi bakal calon presiden di Pilpres 2024. Keduanya punya basis massa yang cukup kuat. Apalagi melihat rekam jejak mereka yang sama-sama merupakan pemimpin daerah dan alumni dari salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
Tahun 2023 merupakan tahun politik yang panas karena seluruh Indonesia seperti sasaran bagi arena pertarungan politik. Elektabilitas antara Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan cukup tinggi jika dibandingkan dengan nama-nama lain yang sempat ramai di masyarakat.
Masing-Masing Calon Belum Pasti
Menanggapi rivalitas dua gubernur itu, Pakar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ali Sahab SIP MSi, Kamis (5/1/2022), mengatakan masyarakat tidak perlu terbawa arus politik yang sedang panas-panasnya. Hal tersebut beralasan karena nama-nama yang muncul di masyarakat saat ini belum tentu akan benar-benar menjadi calon presiden di Pilpres 2024.
“Saya kira kita tidak perlu terbawa arus seperti itu karena belum tentu mereka jadi calon presiden 2024, ” ujarnya.
Namun, Ali juga berpendapat bahwa siapa pun calon presiden yang akan maju boleh melakukan sosialisasi untuk memperkenalkan ide dan gagasannya kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut, lanjutnya, sah-sah saja untuk menarik simpati khalayak.
Baca juga:
KMPG: KIB Bukan Untuk Airlangga
|
“Saya kira siapapun yang mau maju sebagai calon presiden boleh melakukan sosialisasi untuk memperkenalkan ide-ide dan gagasan-gagasannya untuk Indonesia ke depan, ” ucapnya.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies, JIS, No Rasis
|
Pakar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ali Sahab SIP MSi.
Tak Ada Kawan dan Lawan
Ali mengimbau masyarakat tidak sampai terpecah hanya karena Pilpres. Menurutnya, masyarakat akan merugi apabila perbedaan pilihan dan pandangan politik bisa menyebabkan perpecahan di antara mereka. Ia mengingatkan bahwa dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi.
“Saya kira kita rugi kalau sampai gara-gara Pilpres 2024, masyarakat beda pilihan lalu sampai terbelah. Kita lihat bagaimana Prabowo juga akhirnya masuk kabinet Jokowi. Jadi, tidak ada kawan dan lawan abadi dalam politik, yang ada hanya kepentingan abadi, ” tuturnya.
Sebagai penutup, Ali menegaskan untuk memperkuat pendidikan politik sebagai dasar untuk memahami peta politik Indonesia. Terutama menjelang Pilpres 2024. Agar, masyarakat terhindar dari konflik yang tidak perlu.
“Pendidikan politik menjadi penting untuk melihat bahwa kompetisi politik jangan dijadikan konflik yang dapat menimbulkan perpecahan masyarakat, ” tukas Ali. (*)
Penulis: Dewi Yugi Arti
Editor: Feri Fenoria