SURABAYA – Kondisi sinar Ultraviolet (UV) yang ekstrem beberapa waktu lalu sempat menjadi buah bibir di masyarakat akibat dampak yang terjadi. Meski kondisi tersebut telah terlewati, bahaya peningkatan paparan sinar UV belum usai.
Guru besar bidang Biooptika Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Retna Apsari MSi memberikan tanggapan. Ia memprediksi ada peningkatan temperatur dan paparan sinar UV di Indonesia.
“Akan terjadi tingkat keparahan yang lebih tinggi dari saat ini apabila manusia masih belum meningkatkan perbaikan aktivitas dan kewaspadaan tentang isu pemanasan global, ” ungkapnya, Senin (15/5).
Siklus Tahunan dan Peningkatan Radiasi
Prof Retna memaparkan, meski temperatur mengalami siklus kenaikan dan penurunan yang terjadi setiap tahun, dampak peningkatan radiasi sinar UV dapat semakin terasa. Mengingat, lapisan ozon terus menipis. Organisasi meteorologi dunia juga pernah memperkirakan adanya kemungkinan kenaikan sebesar 1.5 derajat celcius yang akan meningkat setiap tahunnya.
“Akan terjadi tingkat keparahan yang lebih tinggi dari saat ini apabila manusia masih belum meningkatkan perbaikan aktivitas dan kewaspadaannya tentang isu pemanasan global, ” ungkap dosen Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) UNAIR itu.
Lebih lanjut, bila tidak segera teratasi, penipisan lapisan ozon dapat meningkatkan terjadinya kanker kulit (melanoma) dan penekanan sistem kekebalan, Serta, mencairnya es Samudra Arktik dan mengakibatkan kepunahan beruang kutub pada tahun 2100.
Bentuk Penanggulangan
Kejadian sinar UV yang ekstrem beberapa waktu lalu memang penyebabnya adalah sudut datang sinar matahari dan letak geografis Indonesia. Namun terdapat beberapa cara yang dapat menurunkan tingkat keparahan, yaitu dengan menggalakkan kembali penggantian Bahan Perusak Ozon (BPO).
“Masyarakat dapat mengurangi penggunaan AC sebagai salah satu material penghasil gas CFC yang dapat merusak ozon. Sedangkan pemerintah dan industri melaksanakan kebijakan yang telah diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan No.83/M-DAG/PER/10/2015 tahun 2015 tentang ketentuan impor bahan perusak lapisan ozon, ” sebutnya. (*)
Penulis : Stefanny Elly
Editor : Binti Q. Masruroh