SURABAYA – 120 foto, peta, dan koleksi langka tentang Surabaya dipamerkan Kolaborasi Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya UNAIR, Komunitas Begandring, dan komunitas lainnya.
Riwayat perkembangan kota Surabaya dihadirkan dalam acara pameran foto bertajuk Surabaya Lintas Masa yang diselenggarakan di basement Komplek Balai Pemuda Surabaya 3-19 September 2022. Sekitar 120 foto, peta, dan litografi dipamerkan untuk menampilkan kronologi perkembangan kota Surabaya sejak era klasik, kolonial, revolusi kemerdekaan, hingga era kekinian. Tak hanya itu, serangkaian talkshow dengan narasumber dari berbagai pakar dan pegiat sejarah juga disiapkan.
Tujuannya, publik mendapatkan wawasan bagaimana narasi kejuangan dan kepahlawanan berjalan seiring dan timbal balik dengan perkembangan sosial-budaya kota. “Kita ingin melibatkan publik bukan sekadar sebagai penonton, tapi juga ikut berpartisipasi untuk tampil berpartisipasi di kegiatan-kegiatan kami, ” ujar Wiwiek Widayati, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (DKKOP) Surabaya.
Proses kurasi karya-karya foto yang dipamerkan dilakukan selama dua bulan. Yayan Indrayana, kurator pameran Surabaya Lintas Masa mengatakan, dirinya sudah melakukan proses pencarian foto sudah sejak lama. “Foto-foto itu pada dasarnya bisa diunduh di internet. Namun, prosesnya memang harus telaten mencari satu per satu, memasukkan kata kunci yang tepat, mencermati captionnya, ” ujarnya saat ditemui di ruang pameran.
Pengunjung mengamati koleksi Peta Surabaya abad ke 17. (Foto: Istimewa)
Awalnya, pria yang berprofesi sebagai arsitek itu memfokuskan pencariannya pada lanskap kota. “Karena dari foto-foto dan peta-peta itu kita bisa mencermati perkembangan kawasan di Surabaya dari tahun ke tahun, bahkan abad ke abad, ” ujar pria yang juga sekretaris komunitas pegiat sejarah Begandring Soerabaia.
Koleksi tertua yang dipamerkan, ujar Yayan, adalah peta kawasan yang dibuat untuk mengidentifikasi kantong-kantong kekuatan Trunojoyo. “Pemetaan itu dilakukan oleh Cornelis Speelman pada tahun 1677 dan dapat dikatakan pemetaan lokasi objek-objek vital pertama di Surabaya, ” lanjutnya. Yayan mengapresiasi Pemkot yang memfasilitasi kegiatan pameran ini.
Pameran foto tersebut juga melibatkan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (UNAIR). Kukuh Yudha Karnanta, Koordinator SDGs FIB UNAIR mengatakan, salah satu ide pameran foto ini adalah menindaklanjuti temuan penelitian yang dilakukan tim FIB Unair.
Baca juga:
GLS ITS Soroti Kesenjangan Upah Antar Gender
|
“Yakni, dibutuhkannya suatu kegiatan bersama lintas institusi dan komunitas dalam hal sejarah dan budaya. Teman-teman komunitas punya koleksi foto dan arsip serta energi kreatif yang luar biasa untuk berkegiatan. Pemkot dapat memfasilitasi mereka secara layak. Kami dari institusi pendidikan tinggi menginisiasi konsep awal pameran dan atraksi, yang lantas dikembangkan bersama-sama Dinas dan komunitas, ” ujar Kukuh.
Dosen Departemen Bahasa dan Sastra Inggris itu mengatakan, ada banyak pernik budaya dalam selembar foto. “Kita bisa mengetahui apa yang bergeser, berubah, atau bahkan tetap dari cara berbusana masyarakat Surabaya. Juga peralatan hidup masyarakat seperti lampu, buku, alat memasak, bentuk rumah, kampung, serta praktik sosiokultural pada masa itu, ” jelas Kukuh.
FIB UNAIR, lanjut Kukuh, mengusulkan tema-tema diskusi yang relevan dengan foto-foto yang dipamerkan beserta narasumber dari berbagai kalangan yakni akademisi, birokrat, pegiat sejarah dan budaya. Di antaranya Nanang Purwono dan Kuncarsono Prasetyo, Achmad Zaki Yamani, Prof. Purnawan Basundoro, dan Ady Setiawan. “Kegiatan kolaboratif semacam ini akan membuat eksosistem kebudayaan dan sinergi pentahelix akan lebih kondusif, ” tukasnya.
Penulis: Tim FIB UNAIR – DKKOP Surabaya